Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dibantu KPK tengah mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AW101. Untuk sementara diduga kerugian mencapai Rp 220 miliar.
Polisi Militer menetapkan tiga tersangka. Pertama Masma TNI berinisial FA sebagai pejabat pembuat komitmen, Letkol TNI berinisial WW sebagai pejabat kas, dan SS sebagai staf pejabat kas yang diduga membagikan dana.
Jenderal Gatot Nurmantyo membeberkan awal mula kasus ini. Pertama dia dipanggil oleh Presiden Jokowi terkait kasus pengadaan helikopter Augusta Westland 101 ini. Presiden Jokowi sudah menolak pengadaan AW101 sebagai pesawat kepresidenan, namun kenapa heli ini tetap tiba di Lanud Halim Perdanakusuma.
"Setelah itu presiden bertanya ke saya. Kira-kira kerugian negara berapa bapak panglima? Saya sampaikan ke presiden kira-kira minimal Rp 150 miliar. Presiden menjawab, menurut saya lebih dari Rp 200 miliar, bayangkan panglima sampaikan itu tapi presiden lebih tahu kan malu saya," kata Jenderal Gatot Nurmantyo di KPK, Jumat (26/5).
Gatot segera mengusutnya. Kepala Staf TNI AU yang baru, Marsekal Hadi Tjahjanto juga langsung diminta mengusut kasus yang jadi perhatian publik ini.
"Dengan bekerja cepat maka pada 24 Feb 2017, KASAU mengirimkan hasil investigasi. Dari hasil investigasi KASAU semakin jelas, ada pelaku-pelaku korupsi dan konspirasi," kata Gatot.
Dari laporan tersebut Gatot dan Hadi bergerak menggandeng KPK, BPK dan PPATK. Untuk mengelabui para tersangka, TNI juga sampai menyebut pengadaan helikopter tak bermasalah. Padahal ini disengaja oleh Gatot.
"Ini sebenarnya teknik untuk mengelabuhi para calon tersangkanya sehingga mereka enjoy. Ah tidak ada masalah," beber Gatot.
POM TNI dibantu KPK terus bergerak. Mereka menggeledah empat lokasi yakni PT Diratama Jaya Mandiri, rumah saksi di Bogor, rumah saksi di Sentul, dan sebuah kantor di Bidakara.
Selain itu, masih dalam rangkaian penyidikan pihaknya juga telah memblokir PT Diratama Jaya Mandiri sebesar Rp 139 miliar. Gatot menegaskan akan mengusut tuntas kasus ini.
"TNI meningkatkan penyelidikan ke penyidikan. TNI sudah dapat informasi awal bahwa minimal ada penyimpangan mark up sekitar Rp 220 Miliar," tegas Gatot.
Sumber : merdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar