sumber gambar : anehtapinyata.net |
Kejahilan
Pemrakarsa Sumpah Pemuda
ternyata
para pemuda pencetus Kongres Pemuda II selain pintar dan disiplin juga
mempunyai sifat jahil. Seperti penuturan Abu Hanifah, seorang pelaku Sumpah
Pemuda pada 1977 di majalah Prisma. Para pencetus Sumpah Pemuda, yang umumnya
mahasiswa, banyak tinggal di rumah kos-kosan di Jalan Kramat 106 yang kini
disebut Museum Sumpah Pemuda. Setiap malam mahasiswa-mahasiswa ini berdiskusi
tentang berbagai hal. Setelah lelah berdiskusi sampai larut malam,
mahasiswa-mahasiswa ini biasanya mengumpulkan uang untuk membeli kopi dan sate
atau soto ke Pasar Senen. Diskusi yang awalnya membicarakan yang berat-berta
berubah menjadi semakin ringan. Tidak jauh-jauh seperti para pemuda sekarang
yang didiskusikan kala itu adalah tentang wanita. Tetapi jika menjelang ujian,
diskusi dan perdebatan tidak berlangsung lama. Semua masuk kamar, belajar.
Biasanya, kira-kira pukul 12 malam, setelah lelah belajar, mulai kembali
terdengar bunyi-bunyian. Amir Sjarifudin melepaskan capek dengan menggesek
biolanya, memainkan gubahan Schubert atau sonata yang sentimentil. Abu Hanifah
mengambil biola, memainkan lagu yang sama. Suara biola bersahut-sahutan.
Kemudian terdengarlah Muhammad Yamin beteriak, meminta Amir dan Abu diam. Yamin
sedang dikejar deadline mengerjakan terjemahan Rabindranath Tagore untuk Balai
Pustaka. Karena memang ingin menjahili, bukannya diam, Amir malah makin asyik
menggesek biola, sehingga Yamin teriak-teriak. Amir dan Abu tertawa
terpingkal-pingkal melihat temannya.
Mengakali
Polisi Belanda
sehari
sebelum diikrarkannya Sumpah
Pemuda untuk pertama kalinya, yaitu Sabtu, 27 Oktober 1928 pada pukul
19.45 Soegondo Djojopoespito membuka Kongres Pemuda II. Yang ikut rapat pada
saat itu bukan hanya pemuda saja, tetapi polisi belanda juga ikut di dalamnya
untuk mengawasi langsung. Pada saat itu polisi Belanda protes karena peserta
rapat menggunakan kata "Merdeka", hal yang dilarang diucapkan saat
itu. Soegondo yang cerdik dan banyak akal kemudian berkata “Jangan gunakan kata
‘kemerdekaan’, sebab rapat malam ini bukan rapat politik dan harap tahu sama
saja.” Hal itu disambut tepuk tangan riuh dan tawa hadirin. Selain itu ada
cerita unik dari salah satu tokoh pergerakan masa itu, S.K. Trimurti, dia
menulis sebuah cerita unik di buku Bunga Rampai Soempah Pemoeda (Balai Pusatka,
1978). Tulisnya, ada trik khusus agar rapat organisasi pemuda yang dianggap
radikal oleh Belanda tidak dibubarkan paksa polisi. Suatu ketika, para pemuda
hampir ditangkap polisi karena menggelar rapat, tapi akhirnya lolos. Saat
polisi Belanda menggrebek rapat, orang-orang yang awalnya rapat kemudian
berubah menari-nari dan berdansa-dansa sambil diiringi musik dan gamelan yang
ditirukan dari mulut. Begitulah beberapa contoh siasat yang dilakukan untuk mengakali
polisi Belanda kala itu
Lagu “Indonesia Raya” Tanpa Syair
pasti
tahu kalau pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 untuk pertama
kalinya diperdengarkan lagu "Indonesia
Raya" yang kemudian menjadi lagu kebangsaan kita. Tapi tahukah teman
saat "Indonesia Raya" didendangkan untuk pertama kali tersebut tidak
menggunakan syair. Hal tersebut dikarenakan larangan polisi Belanda untuk
menyebut kata “merdeka” dalam rapat. Pada saat itu, 28 Oktober 1928, WR.
Soepratman sang pencipta lagu menenteng biola mendekati pemimpin rapat Soegondo
menyerahkan secarik kertas berisi syair lagu yang digubahnya. Karena banyak
mengandung kata “merdeka” dan “Indonesia” di situ, Soegondo langsung melirik
polisi Belanda yang tekun mengawasi kongres. Soegondo khawatir rapat bisa
dibubarkan paksa bila lagu itu diperdengarkan lengkap dengan syairnya. Akhirnya
untuk menyiasati hal tersebut, WR. Soepratman disuruh memainkan lagu tersebut
tanpa syair, hanya menggunakan biola saja.
Naskah
Sumpah Pemuda Ditulis Satu Orang
pasti
bingung bagaimana cara pemuda bersumpah pada tanggal 28 Oktober 1928? Rumusan
Sumpah Pemuda itu sendiri ditulis olehj Muhammad Yamin sendirian di sebuah
kertas. Ketika Mr. Sunario, sebagai utusan kepanduan tengah berpidato di sesi
terakhur kongres. Sebagai sekretaris, Yamin yang duduk di sebelah kiri ketua
menyodorkan secarik kertas pada Soegondo sembari berbisik, “Saya punya rumusan
resolusi yang elegan.” Soegondo lalu membaca usulan resolusi itu, memandang
Yamin. Yamin tersenyum. Spontan Soegondo membubuhkan paraf “setuju.” Soegondo
lalu meneruskan kertas ke Amir Sjarifudin. Dengan muka bertanya-tanya, Amir
menatap Soegondo. Soegondo membalas dengan anggukan. Amir pun memberi paraf
“setuju”. Begitu seterusnya sampai seluruh utusan organisasi pemuda menyatakan
setuju. Secarik kertas yang diparaf seluruh peserta kongres itulah isi Sumpah
Pemuda kita kenal sampai sekarang, yang bunyinya:
"Pertama :
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah
darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoea :
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang
satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga :
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa
persatoean, bahasa Indonesia."
Sumpah
itu awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang lebar oleh Yamin.
Setelah disahkan, ikrar pemuda itu jadi tonggak bersatunya bangsa Indonesia.
Sumber
: anehtapinyata.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar