Jumat, 30 Juni 2017

Indonesia BELI Pesawat Tempur SUKHOI Su-35. Negara Tetangga Siap-Siap MERINDING!

Rusia akan menandatangani kesepakatan pengiriman jet tempur Su-35 ke Indonesia tahun ini setelah kedua belah pihak menyepakati kontrak terkait.

“Kesepakatan terkait kontrak pengiriman Su-35 ke Indonesia telah tercapai. Kontrak akan ditandatangani tahun ini,” ujar Direktur Kerja Sama Internasional dan Kebijakan Regional Rostec Viktor Kladov, Selasa (6/6), seperti yang dilaporkan TASS.

Menurut berbagai laporan, Rusia akan mengirim sepuluh unit Su-35 ke Indonesia. Sebelumnya, Kladov mengatakan bahwa masalah harga dan transfer teknologi, yang menjadi salah satu faktor alotnya negosiasi pengiriman Su-35, telah teratasi dan kedua pihak telah menyepakati isi kontrak.

Rencananya, Indonesia akan menggunakan Su-35 untuk menggantikan pesawat tempur buatan AS, F-5 Tiger, yang sudah digunakan sejak 1980-an. Indonesia sendiri sudah menggunakan jet tempur buatan Rusia, seperti Su-27 dan Su-30. 

Menerawang Plus Minus Sukhoi Su-35 Super Flanker Untuk TNI AU

Ibarat jelang Pilpres (Pemilihan Presiden) 2014 lalu, maka kontestan Sukhoi Su-35 Super Flanker bisa disebut sebagai calon paling kuat untuk memenangkan kompetisi. Tak ada yang menyangkal bahwa Su-35 adalah pesawat tempur tercanggih Rusia dengan label keunggulan multirole air superiority fighter dari generasi 4++. Lepas dari seabreg kecanggihannya, sejak awal Super Flanker ini mampu mencuri ‘hati’ publik di Indonesia.

Harus diakui, pandangan masyarakat begitu dominan menginginkan jet tempur ini sebagai pengganti F-5 E/F Tiger II TNI AU yang segera pensiun. Keinginan menggebu publik di Tanah Air setara dengan kerinduan datangnya kapal selam Kilo Class yang urung dibeli Indonesia. Dukungan pada Su-35 di ‘akar rumput’ justru mengemuka ke soal non teknis, seperti kerinduan akan kejayaan militer Indonesia saat mesra di era Uni Soviet, hingga ke soal embargo. Rusia disebut-sebut paling rendah kerawanan dalam hal embargo, bukan lantaran Rusia anti embargo, namun lebih pada kepentingan politik/ekonomi Rusia yang tak terlampau besar di Indonesia, terutama jika dibandingkan dengan kepentingan AS dan Eropa Barat di Indonesia.


Sementara TNI AU sebagai user, juga menyiratkan keinginannya untuk bisa mendapatkan pesawat tempur ini, sebagai pertimbangan mulai dari urusan daya deteren, sampai transformasi teknologi, tentu tak begitu sulit karena pilot dan teknis TNI AU sudah punya pengalaman dalam mengoperasikan Su-27SK/Su-30MK yang ada di Skadron Udara 11. Senjata yang telah dibeli untuk melengkapi Su-27/Su-30 pun dapat langsung dipasang di Su-35. Beberapa rudal canggih yang telah dimiliki TNI AU seperti rudal udara ke udara R-73, R-77 dan R-27. Sementara rudal udara ke permukaan, TNI AU sudah punya Kh-29TE dan Kh-31P.

Lepas dari soal non teknis diatas, Su-35 yang oleh NATO diberi label Flanker E memang fenomenal. Su-35 yang terbang perdana pada 19 Februari 2008, sejatinya adalah derivatif heavy upgrade dari Su-27 Flanker, single seat fighter yang juga telah dimiliki TNI AU. Meski bukan identitas resmi, versi yang ditawarkan ke Indonesia ada yang menyebut sebagai Su-35BM. Keunggulan thrust vectoring yang memungkinkan manuver cobra pughachev dapat dilakukan dengan mudah, dan memberi keunggulan tersendiri saat dog fight.

Kemunculan Su-35 Super Flanker pertama di muka publik internasional yakni pada Paris Air Show di Le Bourget tahun 2013. Di Paris Air Show, Su-35 unjuk kemampuan dengan melakukan manuver yang mencengangkan dan menurut banyak pengamat sulit ditandingi jet tempur keluaran Eropa Barat, konon yang mampu menandingi hanya F-22 Raptor yang sama-sama ditenagai mesin dengan nosel pengarah daya dorong mesin (thrust vectoring engine).

Meski secara desain bak pinak dibelah dua dengan Su-27, namun secara struktur Su-35 berbeda dengan Su-27, terlebih untuk jeroan elektronik yang dibenamkan. Bicara tentang airframe, struktur Su-35 diperkuat agar memiliki usia pakai lebih lama ketimbang Su-27, serta perkuatan airframe dimaksudkan agar pesawat mampu menahan gaya akibat manuver ekstrim. Meski avionik dan sensornya baru, tapi radarnya masih mengadopsi Irbis-E PESA (passive electronically scanned array), tapi jangkauannya terbilang jauh dan secara teknologi masih lebih baik dari mechanically scanned radar, atau radar konvensional. Radar Irbis-E di Su-35 dapat mendeteksi 30 sasaran di udara secara simultan, dan mampu melakukan serangan ke delapan target secara bersamaan. Jangkauan radar ini disebut-sebut mampu mengendus sasaran hingga jarak 400 Km.

Dan sebagai produk teknologi, Su-35 pun tak lepas dari plus minus, dan berikut plus minus Sukhoi Su-35 dari perspektif Indonesia.

Plus
– Su-35 sampai saat ini baru dimiliki Rusia, itu pun masih terbatas karena tergolong pesawat baru. Faktor ini ditambah masih misteriusnya kapabilitas Super Flanker yang masih dirahasiakan.
– Karena masih banyak yang berbau rahasia, sontak Su-35 punya daya deteren paling tinggi dibanding Eurofighter Typhoon, Dassault Rafale, dan JAS 39 Gripen NG.
– Daya angkut senjata (tonase dan jumlah) tergolong tinggi dengan 12 hard point.
– Mesin punya usia pakai yang lebih panjang ketimbang Flanker sebelumnya.
– Paling rendah kerawanan terhadap adanya embargo.
– Bisa memanfaatkan/membawa bekal senjata Flanker generasi sebelumnya.
– Mampu beroperasi dari landasan pendek berkat mesin yang dilengkapi TVC (thrust vectoring control), bahkan konfigurasi rodanya menjadikan Su-35 dapat dioperasikan dari landasan yang agak kasar.
– Pihak user (TNI AU) sudah menyatakan pilihannya pada Su-35.

Minus
– Hanya tersedia dalam varian kursi tunggal, alhasil proses latih tempura atau konversi hanya bisa dilakukan di simulator. Atau bisa juga mengandalkan Su-30MK2 Flanker yang juga telah dimiliki TNI AU.
– Biaya operasional per jam terbilang paling tinggi, ada yang menyebut Sukhoi sebagai ‘ATM terbang.’ Mengutip informasi dari defence.pk, biaya operasional per jam (cost of flying per hours) Su-27/Su-30 mencapai US$7.000, sementara untuk Su-35 biaya operasi per jam bisa mencapai US$14.000. Sebagai perbandingan biaya operasional per jam F-16 hanya US$3.600.
– Belum ada kejelasan untuk detail skema ToT (Transfer of Technology) yang ditawarkan kepada pihak PT Dirgantara Indonesia. (Ram)

Beberapa waktu lalu masyarakat Indonesia merasa prihatin dengan jatuhnya sebuah pesawat tempur ringan jenis Super Tucano yang menewaskan dua crew yaitu Mayor Pnb Ivi Safatilah (36) serta Serma Syaiful Arief Rakhman (37). Sebelumnya juga terjadi accident pesawat latih/tempur ringan TNI AU,  T-50i Golden Eagle di Jogjakarta yang juga menewaskan dua penerbangnya.
Jatuhnya dua pesawat tersebut jelas tidak menyurutkan tekad pengabdian para personil TNI AU dalam menjaga serta mempertahankan kedaulatan negara di udara. Permintaan baik para wakil rakyat maupun pimpinan negara untuk dilakukannya evaluasi terhadap kecelakaan jelas telah dan sedang dilakukan oleh para pejabat di TNI AU.

Sementara itu terpetik berita menggembirakan tentang kepastian penambahan kekuatan alutsista TNI AU berupa keputusan pembelian pesawat tempur mutakhir untuk menggantikan pesawat tempur legendaris F-5E TigerII yang habis usia pakainya. Menteri Pertahanan Jendral (Purn) Ryamizard Ryacudu mengatakan dirinya pada Maret akan berkunjung ke Rusia untuk menjadi pembicara di Satuan Pertahanan Rusia. Selain itu, kunjungan itu dalam rangka penanda tanganan pembelian 10   pesawat tempur Sukhoi (Su-35).

Ryamizard mengatakan selain membeli, Indonesia dan Rusia juga menjalin kerja sama transfer of knowledge yaitu transfer pengetahuan dengan mengirimkan beberapa anggota TNI untuk sekolah di Rusia. Harapannya, dengan bersekolah di Rusia, mereka bisa menyerap ilmu dan membawa ke Indonesia.

Pada hari yang sama, Sekretaris Dewan Keamanan Rusia, Rusia Nikolai Patrushev berkunjung ke Kantor Menkopolhukam, Selasa (9/2). Sejumlah isu dibahas pada rapat tertutup tersebut, diantaranya isu pertahanan, narkoba serta kerjasama intelijen dalam penanganan  terorisme.  Selain Menko Luhut Panjaitan, juga hadir Ryamizard, Kepala Bakamla, Kepala BNN, Kepala BIN, serta Kabais TNI.
Antara Sukhoi-35 TNI AU dan Daya Gentar

Su-35 diputuskan oleh Kemhan serta instansi terkait untuk menggantikan  pesawat tempur F-5E Tiger II yang telah bertugas selama 33 tahun.  Pemilihan pesawat sebagai kandidat pengganti F-5E TNI AU dimulai dengan menilai berbagai jenis pesawat tempur modern, diantaranya pesawat tempur Sukhoi Su-30 MKI, F-15 SE Silent Eagle, Eurofighter Typhoon, F-16 E/F Block 60/62, Rafale-B, F-18 E/F Super Hornet, Sukhoi SU-35 Flanker dan JAS-39 Gripen NG.

Semuanya adalah pesawat tempur modern generasi terbaru generasi 4.5 yang secara kasar diperkirakan memenuhi kriteria sebagai pesawat tempur strategis TNI AU, baik karakteristik umum pesawat, performance, persenjataan, dan avionics pesawat tersebut. Semuanya melalui analisa mendalam terkait dengan aspek operasi, tehnis dan non tehnis.
alutsista-e1454736101776
Peluru kendali  R-73 Vympel dan KH-31 Krypton yang dapat dipakai oleh jenis SU-27/30 dan juga SU-35BM         

Kemudian dilakukan perbandingan kemampuan pesawat yang menjadi kandidat pesawat tempur strategis. Semuanya calon diukur, apakah memenuhi kriteria penilaian yaitu, pesawat jenis multi roleminimal generasi 4.5, mampu menjangkau sasaran strategis dengan radius of action jauh, baik sasaran permukaan dan bawah permukaan, mampu melaksanakan misi pertempuran siang dan malam hari segala cuaca, memiliki radar modern dengan jangkauan jauh, mampu melaksanakan network centric warfare, perawatan mudah, peralatan avionic, navigasi dan komunikasi modern yang tersandi, peralatan perang elektronika pasif dan aktif serta memiliki kemampuan meluncurkan senjata konvensional, senjata pintar dan senjata pertempuran udara jarak sedang atau beyond visual range.
Juga dibandingkan kemampuan kandidat dalam hal kecepatan, ketinggian operasional, kemampuan tinggal landas, kemampuan jangkauan radar, kemampuan combat radius of action dan kemampuan agility pesawat (tingkat kelincahan manuver dan kecepatan reaksi pesawat untuk bertindak menyerang dan bertahan terhadap situasi baru tanpa penundaan waktu). Juga dilakukan analisa aspek aeronautic yang meliputi enam katagori yaitu ; usia perawatan air frame, engine, biaya perawatan, biaya operasi, dan perbandingan usia pakai.

Dalam bidang avionic, konfigurasi yang human machine interface, ketersediaan dukungan suku cadang, tingkat kegagalan, publikasi pemeliharaan dan operasional, kehandalan, teknologi, populasi dan kemudahan pemeliharaan. Dari sisi aspek non tehnis meliputi : tinjauan politis terkait kebijakan pemerintah, transfer teknologi, tingkat ekonomis, perbandingan dengan kemampuan pesawat yang berpotensi menjadi calon lawan, perkiraan biaya operasional nyata, kesulitan dan kemudahan pengadaan serta yang terpenting kemampuan menghasilkan efek detterent atau penggentar.
TNI AU mengajukan ke Mabes TNI dan kemudian pembahasan selanjutnya serta keputusan penentuan tentang pesawat yang dipilih masih berada di pihak pemerintah yang diwakili Kementerian Pertahanan.  Dari beberapa jenis pesawat, kini sudah diputuskan pemerintah Indonesia aakan membeli Sukhoi-35BM.

Australia sebagai tetangga terdekat Indonesia jelas kembali akan gundah, walaupun pemerintahnya sudah memutuskan akan membeli pesawat 58 buah pesawat tempur canggih  F-35 JSF (Joint Strike Fighter).  Kegundahan Australia terlihat dari pernyataan the Business Spectator di Australia yang pernah menyatakan, "Indonesia merencanakan akan membeli pesawat tempur Sukhoi dari Rusia/India yaitu  Su-35S atau selanjutnya PAK-FA T-50. Jadi pertanyaannya lebih baik (Australia) memilih F-35 daripada Hornet. Apabila Indonesia kemudian dimasa depan ikut memperkuat Angkatan Udaranya dengan SU-35 atau T-50, maka AU Australia akan menjumpai masalah besar, demikian kesimpulannya.

Lebih jauh analis Bisnis Spectator menyatakan, "Sebagai contoh, F-35 JSF (Joint Srike Fighter) dapat beroperasi secara efektif hanya untuk ketinggian maksimal sekitar 40.000 kaki (walau masih bisa beroperasi lebih tinggi tetapi kalah di tingkat yang lebih tinggi). Sebaliknya, Sukhoi dapat beroperasi pada kapasitas penuh di tingkat yang jauh lebih tinggi dan dengan kelebihan dan keuntungan, mereka memiliki sistem dan senjata yang bisa meruntuhkan sebuah JSF Australia sebelum mereka (RAAF) memiliki kesempatan menerapkan slogannya (first look, first shoot, first kill’). Ditegaskan oleh BS bahwa tidak ada pertempuran udara yang diperlukan. Pesawat Australia sudah runtuh sebelum bertempur, karena disergap jauh sebelum dia menyadarinya.

Sukhoi dinilai jauh lebih unggul dibandingkan F-35 JSF. Sukhoi-35 memiliki jangkauan efektif sekitar 4.000 km dibandingkan dengan hanya 2.200 km untuk F-35. Ini berarti JSF membutuhkan dukungan pesawat tanker untuk menutup ruang (wilayah Australia) yang lebarnya 4.000km. Selain itu, kecepatan Su-35 adalah Mach 2,4 (hampir dua setengah kali kecepatan suara), sedangkan F-35 terbatas pada Mach 1.6. Menurut Victor M. Chepkin, wakil direktur umum NPO Saturn, mesin AL-41f yang baru akan memungkinkan jet Rusia untuk supercruise (terbang pada kecepatan supersonik untuk jarak jauh.) Dengan tidak harus beralih ke afterburner. Dengan demikian, pesawat dapat mengirit bahan bakarnya. Kesimpulannya baik F-35 maupun F-18 performance-nya berada dibawah SU-35.

RSAF (AU Singapura) juga memutuskan akan membeli pesawat tempur buatan AS yang sama (F-35). Mengenai jumlah Su-35 TNI AU yang tidak genap satu skadron, jelas pemerintah kini realistis menyesuaikan dengan kemampuan keuangan negara. Selain itu kepemilikan Su-35 yang baru tidak akan menyulitkan baik penerbang maupun tehnisi TNI AU yang sudah terlatih dengan pesawat tempur Sukhoi 27 dan 30.

Dengan penambahan Su-35, maka komposisi Sukhoi-27, serta Sukhoi-30 akan semakin menggiriskan negara lain

Pemilihan Su-35 sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan yaitu, akan dimilikinya pesawat berkemampuan multirole combat aircraft atau air superiority. Pertimbangan kedua jelas pertimbangan dari sisi commonality/penyederhanaan, yang dimaksud, pesawat baru sebaiknya tidak terlalu jauh dalam transfer teknologi dikaitkan dengan keberadaan pesawat tempur yang sudah dimiliki. Disinilah nilai tambah Sukhoi-35BM.

Penulis yakin kekurangan enam pesawat Su-35 menjadi penuh satu skadron hanyalah menunggu waktu. Nah, kini dengan keputusan dimana TNI AU akan mendapat perkuatan 10 pesawat Su-35, maka Indonesia semakin memiliki daya gentar penyergap udara yang menggiriskan sertra menjadi negara yang sangat disegani tetangganya. Semoga bermanfaat.

Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, 

sumber : rbth I indomiliter I ramalanintelijen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar