Senin, 17 Oktober 2016

Inilah Kisah-Kisah Tersembunyi di Balik Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928

sumber gambar : anehtapinyata.net
Sumpah Pemuda merupakan tonggak utama dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia. Ikrar Sumpah Pemuda yang dibacakan saat Kongres Pemuda II di Batavia pada tanggal 28 Oktober 1928 merupakan tonggak awal bersatunya bangsa Indonesia. Tapi dibalik itu semua tidak banyak yang tahu beberapa kejadian unik yang terjadi pada saat itu. Untuk menambah wawasan teman semua berikut kami rangkum beberapa kisah unik di balik Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Semoga bermanfaat.

Kejahilan Pemrakarsa Sumpah Pemuda

ternyata para pemuda pencetus Kongres Pemuda II selain pintar dan disiplin juga mempunyai sifat jahil. Seperti penuturan Abu Hanifah, seorang pelaku Sumpah Pemuda pada 1977 di majalah Prisma. Para pencetus Sumpah Pemuda, yang umumnya mahasiswa, banyak tinggal di rumah kos-kosan di Jalan Kramat 106 yang kini disebut Museum Sumpah Pemuda. Setiap malam mahasiswa-mahasiswa ini berdiskusi tentang berbagai hal. Setelah lelah berdiskusi sampai larut malam, mahasiswa-mahasiswa ini biasanya mengumpulkan uang untuk membeli kopi dan sate atau soto ke Pasar Senen. Diskusi yang awalnya membicarakan yang berat-berta berubah menjadi semakin ringan. Tidak jauh-jauh seperti para pemuda sekarang yang didiskusikan kala itu adalah tentang wanita. Tetapi jika menjelang ujian, diskusi dan perdebatan tidak berlangsung lama. Semua masuk kamar, belajar. Biasanya, kira-kira pukul 12 malam, setelah lelah belajar, mulai kembali terdengar bunyi-bunyian. Amir Sjarifudin melepaskan capek dengan menggesek biolanya, memainkan gubahan Schubert atau sonata yang sentimentil. Abu Hanifah mengambil biola, memainkan lagu yang sama. Suara biola bersahut-sahutan. Kemudian terdengarlah Muhammad Yamin beteriak, meminta Amir dan Abu diam. Yamin sedang dikejar deadline mengerjakan terjemahan Rabindranath Tagore untuk Balai Pustaka. Karena memang ingin menjahili, bukannya diam, Amir malah makin asyik menggesek biola, sehingga Yamin teriak-teriak. Amir dan Abu tertawa terpingkal-pingkal melihat temannya.

Mengakali Polisi Belanda

sehari sebelum diikrarkannya Sumpah Pemuda untuk pertama kalinya, yaitu Sabtu, 27 Oktober 1928 pada pukul 19.45 Soegondo Djojopoespito membuka Kongres Pemuda II. Yang ikut rapat pada saat itu bukan hanya pemuda saja, tetapi polisi belanda juga ikut di dalamnya untuk mengawasi langsung. Pada saat itu polisi Belanda protes karena peserta rapat menggunakan kata "Merdeka", hal yang dilarang diucapkan saat itu. Soegondo yang cerdik dan banyak akal kemudian berkata “Jangan gunakan kata ‘kemerdekaan’, sebab rapat malam ini bukan rapat politik dan harap tahu sama saja.” Hal itu disambut tepuk tangan riuh dan tawa hadirin. Selain itu ada cerita unik dari salah satu tokoh pergerakan masa itu, S.K. Trimurti, dia menulis sebuah cerita unik di buku Bunga Rampai Soempah Pemoeda (Balai Pusatka, 1978). Tulisnya, ada trik khusus agar rapat organisasi pemuda yang dianggap radikal oleh Belanda tidak dibubarkan paksa polisi. Suatu ketika, para pemuda hampir ditangkap polisi karena menggelar rapat, tapi akhirnya lolos. Saat polisi Belanda menggrebek rapat, orang-orang yang awalnya rapat kemudian berubah menari-nari dan berdansa-dansa sambil diiringi musik dan gamelan yang ditirukan dari mulut. Begitulah beberapa contoh siasat yang dilakukan untuk mengakali polisi Belanda kala itu

Lagu “Indonesia Raya” Tanpa Syair

pasti tahu kalau pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 untuk pertama kalinya diperdengarkan lagu "Indonesia Raya" yang kemudian menjadi lagu kebangsaan kita. Tapi tahukah teman saat "Indonesia Raya" didendangkan untuk pertama kali tersebut tidak menggunakan syair. Hal tersebut dikarenakan larangan polisi Belanda untuk menyebut kata “merdeka” dalam rapat. Pada saat itu, 28 Oktober 1928, WR. Soepratman sang pencipta lagu menenteng biola mendekati pemimpin rapat Soegondo menyerahkan secarik kertas berisi syair lagu yang digubahnya. Karena banyak mengandung kata “merdeka” dan “Indonesia” di situ, Soegondo langsung melirik polisi Belanda yang tekun mengawasi kongres. Soegondo khawatir rapat bisa dibubarkan paksa bila lagu itu diperdengarkan lengkap dengan syairnya. Akhirnya untuk menyiasati hal tersebut, WR. Soepratman disuruh memainkan lagu tersebut tanpa syair, hanya menggunakan biola saja.

Naskah Sumpah Pemuda Ditulis Satu Orang

pasti bingung bagaimana cara pemuda bersumpah pada tanggal 28 Oktober 1928? Rumusan Sumpah Pemuda itu sendiri ditulis olehj Muhammad Yamin sendirian di sebuah kertas. Ketika Mr. Sunario, sebagai utusan kepanduan tengah berpidato di sesi terakhur kongres. Sebagai sekretaris, Yamin yang duduk di sebelah kiri ketua menyodorkan secarik kertas pada Soegondo sembari berbisik, “Saya punya rumusan resolusi yang elegan.” Soegondo lalu membaca usulan resolusi itu, memandang Yamin. Yamin tersenyum. Spontan Soegondo membubuhkan paraf “setuju.” Soegondo lalu meneruskan kertas ke Amir Sjarifudin. Dengan muka bertanya-tanya, Amir menatap Soegondo. Soegondo membalas dengan anggukan. Amir pun memberi paraf “setuju”. Begitu seterusnya sampai seluruh utusan organisasi pemuda menyatakan setuju. Secarik kertas yang diparaf seluruh peserta kongres itulah isi Sumpah Pemuda kita kenal sampai sekarang, yang bunyinya:

"Pertama :
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoea :
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga :
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia."

Sumpah itu awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang lebar oleh Yamin. Setelah disahkan, ikrar pemuda itu jadi tonggak bersatunya bangsa Indonesia.


Sumber : anehtapinyata.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar